Kamis, 28 Juli 2016





Postingan ini membuat saya tersenyum sendiri betapa katroknya saya dulu waktu naik KRL untuk pertama kalinya. Saya naik KRL pertama kali sekitar Bulan Januari 2016. Waktu itu saya naiknya dari Stasiun Jatinegara menuju Stasiun Bogor. Karena belum berani transit atau pindah kereta, alhasil saya naik kreta dari Jatinegara ke Bogor menghabiskan waktu sekitar 2 jam an, padahal jika tau bagaimana cara transit pasti akan lebih menghemat waktu.

Kesan pertama saya naik KRL adalah "cepat", karena setiap kali berhenti di stasiun, kereta tidak pernah berhenti lebih dari 1 menit. Makanya Anda tidak bisa berlama-lama dan berjalan santai kalau ingin naik kereta ini. Kitapun harus beradu cepat dengan penumpang lain supaya mendapatkan tempat duduk, kalau tidak dapat tempat duduk dapat dipastikan Anda akan berdiri sambil bergelantungan pada pegangan yang sudah disediakan. Saat memilih tempat dudukpun Anda tidak bisa sembarangan duduk, ada tempat duduk biasanya berwarna merah yang khusus diperuntukkan bagi penyandang disabilitas, orang tua, dan ibu hamil. Setiap kereta memiliki beberapa gerbong, dan ada 2 gerbong yang ditempatkan paling depan dan paling belakang yang dikhususkan untuk penumpang perempuan, biasanya gerbongnya berwarna pink.


Salah satu sudut di Stasiun Bogor

Langkah yang bisa diambil untuk naik KRL adalah:

Pertama...
Siapkan uang pecahan Rp 5.000 atau Rp 10.000 atau Rp 20.000 untuk pembelian 1 tiket. Tentukan dulu di stasiun mana Anda akan berhenti. Jangan kelamaan mikir, mesinnya juga tidak mau menunggu lama-lama.

Kedua...
Membeli tiket elektronik di loket. Tapi sekarang di beberapa stasiun KRL sudah banyak loket yang digantikan dengan mesin otomatis, menurut saya terkesan lebih modern dengan basis teknologi. Walaupun sudah ada mesin loket, Anda tetap tidak bisa terhindarkan dari yang namanya mengantri. Tetap harus antri biar tertib. Pada jam-jam tertentu, misalkan jam berangkat/atau pulang kantor, loket ini selalu rame. Tidak hanya lokaetnya, keretanyapun juga akan penuh sesak dengan penumpang.

Antrian Membeli tiket KRL


Kartu KRL ada 2 jenis, ada kartu berlangganan yang harganya Rp 40.000 dan bisa diisi ulang, kemudian satunya lagi kartu yang sekali pakai harganya antara Rp 13.000 - Rp 15.000 bergantung dari jauh dekatnya perjalanan, termasuk di dalamnya adalah uang jaminan kartu sebesar Rp 10.000 yang bisa diambil setelah sampai di stasiun tujuan.

Ketiga...
Tempel kartu pada pintu masuk area KRL. Jika sudah berhasil terbuka biasanya lampu indikator akan menunjukkan warna hijau.

Keempat...
Masuk ke dalam kereta. Jika masih belum paham dengan jalur-jalur kereta lebih baik tanya kepada petugas di kereta mana seharusnya kita naik. Disini saya juga masih sering bingung soalnya, takut kalau salah naik kereta, hihihi.

Kelima...
Ingat-ingat terus di stasiun mana Anda akan turun. Saya sarankan Anda untuk mendownload aplikasi KRL yang sudah banyak beredar di play store. Di aplikasi tersebut nanti Anda akan mengetahui stasiun mana saja yang akan Anda lewati.

Keenam...
Setelah turun dari kereta di stasiun tujuan, Anda bisa keluar lewat pintu keluar dengan menempelkan kartu yang tadi, nanti otomatis pintu akan terbuka.

Ketujuh...
Menuju ke loket untuk meminta kembalian uang jaminan kartu. Atau bisa juga meng
ambilnya lewat mesin yang digunakan untuk membeli tiket tadi.

Berikut ini akan saya tampilkan beberapa foto mesin untuk membeli kartu KRL.


Petugas akan membantu proses pembelian kartu dan pengambilan kartu jaminan


Mesin untuk membeli kartu

Beberapa menu pada layar sentuh


Tempat memasukkan uang atau kartu

Peta rute KRL


Selasa, 26 Juli 2016


Ini berawal dari obrolan saya dengan sesosok teman, juga kakak, guru, penasehat yang biasa saya panggil "Emak".
Emak : "Hmmm... Aku besok (Minggu) mau nonton teater." Tiba-tiba bilang gitu padahal gak ada yang nanya. wkwkwkw. Akhirnya penasaran juga sayanya.
Saya : "Teater dimana mak?"
Emak : "Di Jakarta, di Museum Nasional."
Saya : "Sama siapa pergi kesana?"
Emak : "Sendiri. Aku kan udah biasa sendiri." Sayapun teringat lagunya Cakra Khan.
Saya : "Kasian amat sendiri, boleh ikut?"
Emak : "Hayuk kalo ikut, besok pagi kita ketemuan di Stasiun Bogor jam 7 pagi."

Keesokan harinya...
Saya sudah persiapan pagi-pagi banget. Kemudian berangkatlah saya menuju Stasiun Bogor naik angkot. Jam 07.15 samapailah di Stasiun Bogor dengan selamat. Melihat ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang, ke atas dan ke bawah, belum juga ada tanda-tanda kehadiran Emak saat itu.

Satu jam kemudian...
Si Emak datang dengan semangatnya. Kami pun memesan tiket KRL untuk perjalanan dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Sudirman. Dan perjalanan menggunakan KRL pun berlangsung kurang lebih 1,5 jam. Sesampainya di Stasiun Sudirman kami pun berinisiatif naik Bus Way, tapi sayangnya tiket Bus Way hanya ada tiket berlangganan seharga Rp 40.000,-. Padahal kami jarang banget pergi ke Jakarta. Sayang juga kan, sudah beli kartu mahal-mahal tapi tidak pernah digunakan. Akhirnya kami memilih untuk naik taksi menuju Museum Nasional.
Naik Taksi Blue Bird
Tempat penyeberangan menuju Museum Nasional

Museum Nasional tampak dari depan
Kesan pertama masuk museum ini, terlihat bersih, luas, dan megah. Di pintu masuk kita akan melewati pintu detector dan pengecekan tas. Kemudian membeli tiket masuk seharga Rp 5.000. 

Ruangan pertama yang kami masuki berisi arca-arca yang dibuat mulai dari Abad ke-3. Arca tersebut banyak yang didatangkan dari seluruh penjuru Indonesia, termasuk juga dari daerah Jawa Timur, makanya waktu itu  jadi semangat banget cari arca dari daerah masing-masing. Uniknya lagi, di sana saya menemukan arca yang asalnya dari daerah Kediri Jatim dan namanya sebagian mirip dengan nama saya. Rasanya seneng-seneng gimana gitu bisa menemukan arca itu.

Arca di depan saya itu berasal dari daerah Kediri, bernama Ratnasambhawa


Ratna nya sama, asalnya juga dari daerah yang sama. Hihihi
Selain arca-arca, ada beberapa ruang lagi yang temanya bermacam-macam, ada ruang keramik dari manca negara, ada pameran replikasi rumah adat di Indonesia, ada juga pameran barang-barang kerajinan dari wilayah Indonesia, banyaklah pokoknya. FYI, museum ini terdiri dari 3 lantai, setiap lantainya dihubungkan oleh tangga eskalator yang lumayan tinggi.

Pose Emak bersama dengan arca-arca

Foto dengan kursi yang menurutku unik di ruangan kerajinan etnik nusantara

Gak tau ini apa, lupa. Hehehe


Perhiasan jaman dulu

Beberapa koleksi di lantai 2

Koleksi sepeda roda tiga


Senyummu dan senyumku

Salah satu sudut tentang manusia purba


Replika pintu Gua Pacitan yang ada makam kacanya


Logo Museum Nasional


Peta Suku Bangsa di Indonesia

Serunya lagi, ternyata setiap Hari Minggu di sana ada pertunjukkan teater yang berdurasi 30 menit setiap 1 jam sekali mulai jam 9 sampai jam 12 siang. Teaternya lucu banget, terhibur banget, gak rugi nontonnya. Setelah pertunjukkan teater, ada juga permainan untuk anak-anak (orang dewasa boleh ikut juga) untuk mencari harta karun yang tersembunyi. Maksudnya gimana tuh? Kalau penasaran  langsung eksekusi sendiri aja... hehehe.

Teater Selat Malaka
Area pertunjukkan teater

Antusias para penonton teater

Kami pulang dari museum sekitar pukul 14.00 WIB. Rencananya sih pengen cobain bis wisata gratis yang disediakan Pemprov DKI, tapi sayang banget bisnya udah penuh dan nunggunya pun lumayan lama. Maklumlah ya... Kesan pertama saya melihat bisnya, bagus, bersih, penumpangnya gak ada yang berdiri duduk semua, kelihatannya nyaman banget di dalamnya.

Bis wisata gratis 2 lantai (cuma foto itu yang terambil)
Demikianlah perjalanan saya. Selamat berkunjung ke Museum Nasional ^.^. Oiya, ini saya kasi bonus peta bisnya saja yaaa...

Peta Bus Wisata, Dijamin Gratis

Kamis, 21 Juli 2016


Setelah lulus kuliah dari salah satu universitas negeri yang ada di Jogja, saya mengirim barang-barang saya ke rumah. Tidak tanggung-tanggung ada 5 kardus besar yang saya kirim ke rumah saya yang ada di Kediri. Memang, saat itu saya sudah nyaman banget tinggal di Jogja. Bahkan membeli barang-barang keperluan dapur yang lumayan banyak.



6 bulan kemudian...
Hehehe. Niat hati hanya ingin bongkar-bongkar barang yang ada di kardus tadi, eee malah nemu seperangkat alat rajut yang pernah saya gunakan dulu waktu lagi seneng-senengnya merajut. Mulai dari hakpen, benamg katun, resleting, dan printilan-printilan lainnya. Duuuh padahal udah pengen move on dari merajut. Loh, kenapa pengen move on? Soalnya merajut membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk menyelesaikan satu rajutan. Dan pasti saya langsung autis kalo udah pegang benang sama hakpen, pekerjaan yang lain jadi dianggurin.

Baiklah, karena sudah terlanjur ditemukan, maka ijinkanlah saya untuk bernostalgia dengan barang-barang itu dulu. Saya akan memperkenalkan alat dan bahan yang saya gunakan dalam belajar merajut untuk pemula: (karena saya sendiri juga belum bisa dikatakan expert di bidang ini hehehe).

1. Hakpen
Hakpen merupakan peralatan utama dalam merajut. Kalo gak ada hakpen ya bukan merajut namanya. Hakpen pertama yang saya miliki waktu itu bermerk Rose. Merk Rose ini sangat terkenal di kalangan perajut pemula. Kaerena harganya yang relatif murah. Supaya kalau bosen merajut tidak akan rugi kalau beli hakpen itu. Di awal memang sebagian orang memilih aktifitas merajut hanya untuk coba-coba saja. Soalnya kalau lihat orang lain merajut kelihatan mudah sih, padahal juga enggak, hahaha. Harga hakpen Rose berkisar antara Rp 2.000 - Rp 5.000, cukup murah bukan? Bahkan saya sering menjumpai hargtanya gak lebih dari Rp 3.000.

Hakpen kedua yang saya beli adalah yang bermerk Tulip. Tulip ini lebih bagus daripada Rose. Harganyapun bisa sampai 10 kali lipat, yaitu Rp 18.000 sampai Rp 25.000. Ini cukup mahal untuk pemula memang. Tapi hakpen ini lebih ringan, merajutpun juga jadi lebih cepat. Hakpen yang saya beli waktu itu berukuran 5/6. Suka banget sama hakpen ini, warnanya keemasan. Untuk hakpen ini biasanya beda ukuran beda juga warnanya, jadi perhatikan baik-baik sebelum membeli. Jangan asal milih warna tapi ukurannya salah.




2. Benang
Benang yang paling mudah digunakan oleh pemula adalah benang katun. katunnya pun juga bukan sembarang katun, katunnya harus yang policherry (lupa tulisannya gimana... hihihi). Mengapa harus katun policherry? karena benang katun ini cocok dibentuk menjadi tas, dompet, maupun boneka. Tekstur dari benang ini lembut tapi kuat. Dan warnanya pun bagus-bagus. suka banget deh sama benang katun policherry ini. Harga benang ini sekitar Rp 11.000 - Rp 15.000. Satu benang biasanya bisa dijadikan sampai 5 dompet hp ukuran standar. Kalo ingin membuat tas dengan ukuran besar, biasanya menghabiskan sekitar 4 - 6 buah benang gulung, Ada juga benang nilon yang cocok digunakan untuk merajut tas, tapi teksturnya lebih keras dan licin.



3. Jarum Sulam
Apa bedanya jarum sulam dengan jarum biasa? Jarum sulam biasanya bentuknya lebih besar (tapi tidak terlalu besar). Ujungnya lebih tumpul, lubang benangnya lebih besar dan berwarna keemasan. Jarum sulam biasanya digunakan untuk menyatukan rajutan satu dengan rejutan yang lainnya. Atau untuk menyembunyikan benang sisa pada rajutan.

4. Benang Jahit

Fungsi dari benang jahit di sini adalah untuk menjahit bagian-bagian yang tercecer. Bisa juga untuk menjahit resleting pada rajutan dompet.

5. Korek Api
Untuk memotong benang rajut sebaiknya kita menggunakan korek api. Mengapa korek api? Karena benang rajut mudah sekali brodol, jadi kita membutuhkan korek api untuk memotong benang agar hasil potongan rapi. Ini berkaitan juga dengan bahan benang yang mengandung plastik, sehingga dia mudah sekali untuk menyatu jika dibakar.

Selamat merajut... Semoga bermanfaat...




Categories EDUCA

Statistics

Ratna Educa. Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Tentang Penulis

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang yang suka belajar banyak hal, terutama tentang manusia dan kehidupannya. Karena setiap manusia itu memiliki keunikan dengan segala keterbatasannya. Dari situ kita bisa saling mengambil pelajaran, dan menghargai perbedaan.

Popular Posts